A. Penciptaan Manusia
a. Berbagai Pandangan
Yang Salah Mengenai Penciptaan Manusia
Ada banyak pandangan atau teori yang muncul terkait dengan
pengajaran tentang manusia (antropology) dan
dosa (hamartology). Oleh karena itu,
dalam tulisan ini penulis akan membahas secara ringkas mengenai padangan tersebut.
1. Evolusi Alamiah
Pada
bab sebelumnya, penulis telah menyinggung sedikit mengenai pandangan ini, dan
teori ini merupakan teori yang dipopulerkan oleh Charles Darwin. Menurut
pandangan evolusi alamiah, hal yang diperlukan untuk mengawali kehidupan
hanyalah atom-atom yang bergerak,[1]
dan dikombinasikan dengan gerakan, waktu, faktor-faktor lainnya serta adanya
secara kebetulan. Menurut penulis, teori ini sangat sulit dijelaskan secara
ilmiah. Bagaimana atom-atom tersebut bisa ada secara sendirinya? Apa yang
membuat atom-atom tersebut bisa bergerak dengan sendirinya tanpa ada yang
mengerakkannya? Pertanyaan-pertanyaan seperti akan sulit dijawab oleh para
penganut evolusi alamiah. Alur pemikiran dalam teori ini sangat tidak jelas
karena mengandung banyak asumsi dasar yang belum jelas, sehingga tidak bisa
diterima sebagai suatu kebenaran, terlebih karena padangan ini sangat jauh dari
pengajaran Alkitab, dimana segala sesuatunya terlepas dari kehadiran Allah.
Para
penganut evolusi alamiah telah berusaha sedemikian keras untuk mencari-cari
berbagai alasan atau argumentasi yang dipakai untuk menjelaskan teori mereka
dengan tujuan agar teori mereka dapat diterima.
Argumentasi yang sering mereka pakai di antaranya adalah terdapat
kesamaan-kesamaan yang mencolok antara anatomi manusia dengan anatomi hewan
bertulang belakang dari golongan yang lebih tinggi.[2]
Para evolusionis mengatakan bahwa janin manusia berkembang melalui aneka tahap
yang sejajar dengan proses yang dianggap evolusioner, yaitu dari organisme
bersel satu sampai menjadi spesies yang dewasa,[3]
dan tentu masih banyak argumentasi lainnya yang mereka pakai untuk
mempertahankan teori mereka , yang jelas bahwa argumentasi ini pasti menemui
kesulitan dalam penjelasannya
2. Evolusi
Deistis
Pandangan ini berbeda
dengan pandangan evolusi alamiah. Menurut pandangan ini, Allah adalah pencipta
segala sesuatu, tetapi hanya bentuk kehidupan yang mula-mula itu yang secara
langsung diciptakan-Nya. Segala sesuatu yang lain merupakan hasil ciptaan Allah
yang tidak langsung. Allah adalah pencipta; penyebab yang utama, tetapi evolusi
merupakan sarana selanjutnya.[4]
Pandangan ini hanya menyatakan
sedikit saja kebenaran yaitu bahwa Allah itu ada dan Allah juga terlibat dalam
penciptaan. Kesalahan dalam pandangan ini adalah karena melibatkan proses
evolusi di dalamnya, sedangkan Alkitab mencatat bahwa Allah secara langsung
menciptakan segala sesuatu di alam semesta ini tanpa adanya proses evolusi.
Kehidupan mula-mula yang dimaksud oleh pandangan ini kemungkinan adalah berupa
zat ataupun materi yang masih belum jelas. Apapun kehidupan yang dimaksud tidak
dapat mendukung bahwa pandangan ini dapat dianggap sebagai kebenaran. Tidak ada
satu pun di dalam dunia ini yang terjadi atau tercipta melalui evolusi,
melainkan Allah yang secara langsung menciptakannya.
3. Evolusi
Teistik
Evolusi teistik adalah
pengajaran bahwa tumbuh-tumbuhan, binatang dan manusia secara bertahap dan
berevolusi dari bentuk yang lebih rendah, dan proses itu disupervisi oleh
Allah.[5]
Pandangan ini memang melibatkan Allah dalam menciptakan tetapi Allah sama
sekali tidak memakai organisme tertentu untuk menciptakan makhluk hidup
lainnya. Alkitab mencatat bahwa Allah menciptakan segala sesuatu hanya dengan
berfirman (Kej. 1:3,6,9 dst), bukan melalui organisme lainnya.
Pandangan
ini akan sulit menjelaskan bagaimana manusia diciptakan menurut gambar dan rupa
Allah (Kej. 1:26-27). Pandangan ini
juga bertentangan dengan Alkitab yang menyatakan bahwa Allah menciptakan manusia
dari debu tanah (Kej. 2:7). Alkitab juga tidak mencatat bahwa Allah terlebih
dahulu menciptakan organisme tertentu, kemudian Allah memakai organisme
tersebut untuk menciptakan makhluk hidup lainnya. Dengan demikian, teori ini
tidak bisa dianggap sebagai kebenaran.
Dari
beberapa teori di atas, dapat diketahui bahwa semua teori tersebut tidak ada
yang bisa dijadikan atau dianggap sebagai suatu kebenaran. Oleh karena itu,
orang Kristen harus bisa kritis dalam meneliti berbagai teori yang muncul
terutama yang berhubungan dengan pengajaran Alkitab, sehingga tidak mudah untuk
terjerat dalam pengajaran yang salah (Ibrani 2:1).
b. Penciptaan
Manusia Menurut Alkitab
1). Kisah Penciptaan
Adalah Ajaran Harfiah Alkitab
Orang
Kristen yang sejati percaya bahwa Alkitab tidak ada salah, karena ditulis oleh
Allah yang Maha benar. Jika Allah yang Maha benar berfirman, pastilah
firman-Nya itu benar. Kebanyakan para kritikus atau para evolusioner menganggap
bahwa Alkitab penuh kesalahan bahkan menolak pengajaran Alkitab, salah satunya
menganggap bahwa kisah penciptaan dalam kitab Kejadian hanyalah sebuah mitos
saja, atau bagi mereka hal demikian tidak masuk akal. Bahkan kebanyakan dari
mereka yang mengkritik Alkitab menganggap bahwa Alkitab sama seperti buku
biasa, bukan Firman Tuhan. Sehingga, banyak dari mereka memiliki penafsiran
yang alegorikal terhadap Alkitab dan mereka membuat berbagai teori yang
bertentangan dengan Alkitab. Oleh karena itu, untuk memahami Alkitab dengan
benar diperlukan asumsi dasar yang benar. Asumsi dasar yang benar untuk
memahami Alkitab adalah percaya bahwa Alkitab tidak ada salah. Jika seseorang
mempelajari Alkitab tanpa asumsi dasar yang benar dan berkata bahwa Alkitab
banyak salah, maka kesimpulan yang dihasilkan akan bertentangan dengan isi
Alkitab itu sendiri.
Henry
C. Thiessen dalam bukunya menuliskan bahwa bila Alkitab ditafsirkan secara harfiah,
maka terbitlah suatu penjelasan yang masuk akal tentang asal usul manusia,[6]
dan penulis setuju dengan pernyataan seperti itu. Pemahaman seseorang terhadap
Alkitab tentu berbeda-beda, hal ini tergantung pada metode penafsiran yang
dipakai. Ada tiga metode penafsiran yang benar terhadap Alkitab yaitu penafsiran
secara literal (harfiah), penafsiran secara grammatikal (tata bahasa), dan
penafsiran secara historikal (konteks sejarah). Penafsiran secara alegorikal
(kiasan) bisa saja dipakai apabila terdapat suatu ayat yang tidak bisa dipahami
secara literal. Oleh karena itu, seluruh kisah penciptaan dalam Kejadian pasal
1-2 tidak benar apabila ditafsirkan secara alegorikal melainkan lebih tepat
jika ditafsirkan secara literal karena masih bisa dipahami secara literal.
Bahkan, kebanyakan ayat-ayat di dalam Alkitab lebih cocok apabila menggunakan
penafsiran yang literal dan kesimpulan yang dihasilkan dari penafsiran literal
akan lebih masuk akal, sesuai dalam penerapannya dan tidak bertentangan dengan
berbagai ayat-ayat lainnya dalam Alkitab. Ada beberapa ayat di dalam Alkitab
bahwa Allah menciptakan manusia secara langsung (Kej. 1:27, 2:7, 5:1, 6:6-7;
Ul. 4:32; Mzm. 100:3; I Tim. 2:13). Oleh karena itu, kisah penciptaan dalam
Alkitab adalah kisah penciptaan yang literal dan bukan berasal dari sumber
manapun, melainkan Firman dari Allah sendiri.
2).
Penciptaan Manusia Terjadi Pada Hari Keenam Yang Literal
Alkitab menuliskan dengan jelas
bahwa manusia diciptakan oleh Allah pada hari yang keenam (Kej. 1:26, 31).
Namun, dewasa ini muncullah sebuah teori yang mencoba menjelaskan bahwa
hari-hari yang disebut di dalam Alkitab merupakan suatu periode yang begitu
panjang, teori ini disebut Teori Hari-zaman. John Davis dalam bukunya
menjelaskan tentang teori ini.
Teori Hari-zaman, yang disebut
juga teori hari geologis karena usahanya yang menghubungkan zaman-zaman
geologis dengan tujuh hari dalam Kejadian 1, menafsirkan “hari-hari” ini lebih
secara metaforis bukannya secara harfiah. Para penyokong teori ini berpendapat
bahwa ungkapan “petang dan pagi” merupakan kiasan untuk “awal dan akhir.”
Petang memberikan gambaran tentang penyelesaian pekerjaan berangsur-angsur dari
tiap periode penciptaan, yang digantikan oleh pagi dengan kegiatan yang dimulai
lagi.[7]
Jadi,
menurut teori ini baik hari pertama sampai hari ketujuh dalam penciptaan
merupakan suatu kiasan dari suatu masa yang begitu panjang, bukan secara
literal. Tentu saja penulis tidak setuju dengan pandangan ini. Ada beberapa
alasan mengapa penulis tidak menyetujui pandangan ini, yang pertama adalah
karena pandangan ini di dasarkan pada penafsiran yang alegorikal dan tidak ada
dasar yang kuat yang bisa dijadikan alasan mengapa hari-hari tersebut harus
dipahami secara alegorikal. Yang kedua adalah ketika kata “hari” atau “yom” dalam bahasa Ibrani dipasangkan dengan suatu angka, misalnya
hari kesatu atau dalam bahasa Ibrani disebut “yom echad”, maka lebih tepat jika ditafsirkan secara literal yaitu
benar-benar hari pertama. Yang ketiga adalah kata “petang dan pagi” dalam KJV
diterjemahkan “evening and morning”
sama sekali tidak sesuai jika ditafsirkan dengan “awal dan akhir”, seandainya
Allah memaksudkan bahwa itu adalah “awal dan akhir”, mengapa Allah tidak
menulis secara langsung bahwa itu “awal dan akhir?” Mengapa yang ditulis hanya
“petang dan pagi?” Jelas, bahwa maksud Tuhan adalah hari secara harfiah. Yang
keempat adalah dalam Keluaran 20:11 tercatat bahwa Tuhan menciptakan langit dan
bumi beserta segala isinya hanya selama enam hari. Dengan demikian, maka dapat
diketahui bahwa manusia juga diciptakan pada hari yang keenam.
3). Penciptaan Manusia Hanya Terjadi Satu Kali Saja
Salah satu teori yang
lain yang bertentangan dengan pandangan Alkitab adalah teori mengenai adanya
manusia sebelum Adam dan Hawa diciptakan. Teori ini dikenal dengan sebutan
Teori Kesenjangan. Teori kesenjangan menyatakan dengan tegas bahwa pada waktu
lampau yang kekal Allah telah menciptakan langit dan bumi yang sempurna. Bumi
didiami oleh suatu suku bangsa pra-Adam dan diperintah oleh Iblis, yang
menghuni taman Eden.[8]
Teori
ini didasarkan pada penafsiran terhadap Kejadian 1:2 tentang bumi yang belum
berbentuk dan kosong. Kejadian 1:2 dalam KJV diterjemahkan “the eart was without form and void,”
akan lebih cocok jika diterjemahkan bumi menjadi tandus (tohu) dan kosong (bohu).
Para penganut teori kesenjangan berpendapat bahwa bumi menjadi tandus dan
kosong adalah menggambarkan keadaan yang sangat buruk akibat hukuman ilahi dari
Allah kepada manusia pra-Adam. Pandangan ini tentu saja tidak dapat dibenarkan
karena beberapa hal, yang pertama adalah Alkitab sama sekali tidak mencatat
secara eksplisit bahwa adanya manusia pra-Adam. Yang kedua adalah tidak ada
bukti atau dasar yang kuat untuk mendukung pandangan tersebut, melainkan hanya
didasarkan pada penafsiran yang bersifat alegoris dan asumsi-asumsi dasar yang
salah. Yang ketiga adalah jika Allah telah menciptakan manusia pra-Adam berarti
Allah tidak hanya menciptakan manusia dan segala isi langit dan bumi selama
enam hari, melainkan Allah menciptakan di luar dari enam hari yang sudah
ditetapkan, jika demikian halnya maka Keluaran 20:11 yang menyatakan bahwa
Allah hanya menciptakan selama enam hari,
sudah otomatis salah. Oleh karena itu, teori ini tidak sesuai dengan apa yang
Alkitab tuliskan.
4).
Manusia Pertama Diciptakan Langsung Oleh Allah Sebagai Laki-laki dan Perempuan
Para penganut teori
evolusi selalu berkata bahwa manusia berasal dari suatu sel tertentu ataupun makhluk
tertentu yang berevolusi menjadi manusia. Jikalau para evolusioner berkata
bahwa binatang lebih dulu diciptakan dari pada manusia, maka itu benar karena
Alkitab mencatat demikian. Tetapi, Alkitab sama sekali tidak mencatat bahwa
binatang-binatang tersebut berevolusi menjadi manusia. Salah satu pandangan
evolusioner adalah menganggap bahwa manusia berasar dari kera, dan telah
ditemukan adanya fosil manusia-kera yang mereka sebut sebagai hominid. Henry Morris mencatat bahwa
fosil-fosil dari apa yang disebut hominid
ini tidak lengkap dan diragukan. Karena banyak fosil kera yang sesungguhnya
dan fosil manusia yang sesungguhnya telah ditemukan, maka sangat sedikitnya
fosil-fosil yang dapat dianggap sebagai bentuk antara kera dan manusia.[9]
Oleh karena itu, fosil ini sama sekali tidak dapat membuktikan apa-apa yang
dapat mendukung bahwa manusia berevolusi dari binatang.
Beberapa ayat di dalam Alkitab bahwa
Allah menciptakan langsung manusia pertama yaitu Adam dan Hawa sebagai
laki-laki dan perempuan bukan berevolusi dari makhluk lain, misalnya Kejadian
1:27, 2:7,21; Matius 19:4; 1 Korintus 11:8. Dari ayat-ayat tersebut dijelaskan
bahwa Adam diciptakan langsung oleh Allah dari debu tanah (Kej. 2:7), dan Hawa
diciptakan langsung dari tulang rusuk Adam (Kej. 2:21-23). Para evolusioner
tidak bisa memahami bahwa laki-laki dan perempuan yang dimaksud dalam Kejadian
1:27 adalah mengacu kepada Adam dan Hawa.
Salah
seorang dari pendukung teori evolusi bernama Agus Miradi mencatat dalam bukunya
dengan mengatakan bahwa “tanpa terpengaruh oleh tafsiran sebelumnya yang sudah
mendarah daging dan turun temurun, kita teliti kembali untuk siapakah ayat
tersebut dimaksud, ayat tersebut ada dua kemungkinan, bisa untuk manusia Adam
dan bisa juga untuk manusia lain sebelum Adam[10].
Jelas, bahwa Agus Miradi masih percaya dengan manusia pra-Adam, dan seperti
yang penulis jelaskan sebelumnya bahwa teori tentang manusia pra-Adam tidak
bisa dibenarkan. Lagi pula Agus Miradi tidak melihat hubungan ayat tersebut
dengan Kejadian pasal 2:7, 22.
5).
Manusia Diciptakan Segambar Dan Serupa Dengan Allah
Alkitab mencatat bahwa
manusia pada awalnya diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Kejadian 1:26).
Banyak orang mempertanyakan mengenai apa yang dimaksud dengan segambar dan
serupa dengan Allah, sehingga banyak menimbulkan penafsiran mengenai hal
tersebut. Penulis memberikan dua penafsiran mengenai hal itu, yang pertama
adalah bahwa yang dimaksud dengan segambar dan serupa dengan Allah berarti
manusia diberikan akal budi, hati nurani, dan kehendak bebas. Baik akal budi,
hati nurani, maupun kehendak bebas juga dimiliki oleh Allah. Akal budi (knowledge) diberikan dengan tujuan agar
manusia bisa berpikir dan memperoleh pengetahuan. Tuhan menginginkan agar
setiap manusia yang diberikan akal budi memikirkan hal-hal yang positif atau
yang berkenan dihadapan Tuhan (Filipi 4:8). Contoh bahwa manusia sudah memiliki
akal budi, dapat terlihat pada tindakan Adam yang memberikan nama-nama kepada
binatang yang telah diciptakan oleh Tuhan (Kejadian 2:19-20). Tidak mungkin
Tuhan menyuruh Adam untuk memberikan nama kepada binatang tersebut tanpa Adam
diberikan akal budi untuk memikirkan nama yang cocok pada binatang-binatang
itu. Dalam Kejadian 3:22, Tuhan berkata bahwa manusia tahu tentang yang baik
dan yang jahat. Manusia bisa mengetahui yang baik dan yang jahat karena manusia
telah memiliki akal budi.
hati
nurani juga berkaitan tentang perasaan (feeling)
manusia. Hati nurani menyatakan tindakan dan keadaan kita agar menaati atau
tidak menaati standar yang ada serta menyatakan bahwa tindakan dan keadaan yang
selaras dengan standar itu adalah sesuatu yang wajib bagi kita.[11] Pada
saat seseorang diperhadapkan dengan suatu pilihan, maka sudah pasti hati
nuraninya akan bekerja. Salah satu contoh yang dapat menggambarkan hal ini
dalam Alkitab adalah peristiwa tentang kejatuhan manusia dalam dosa (Kej. 3).
Adam dan Hawa pada waktu itu, harus memilih apakah mereka taat pada perintah
Tuhan atau taat pada perintah Iblis. Keputusan yang mereka ambil pada waktu itu
untuk memilih taat pada perintah Iblis pastilah berdasarkan pertimbangan hati
nurani mereka. Pada akhirnya, Adam dan Hawa menyadari bahwa apa yang mereka
lakukan telah salah dan merupakan dosa. Tentulah kesadaran ini juga timbul dari
hati nurani mereka sendiri yang menyatakan bahwa mereka sudah berdosa di
hadapan Tuhan.
Kehendak bebas (freewill) juga telah diberikan oleh Allah kepada manusia, karena
Allah hanya ingin disembah oleh makhluk yang memiliki kehendak bebas. Allah
memberikan kehendak bebas kepada manusia dengan tujuan agar manusia mau memilih
untuk taat kepada-Nya. Konsekuensi dari kehendak bebas ini adalah manusia bisa
memilih untuk taat kepada Allah dan manusia juga bisa memilih untuk tidak taat
kepada Allah. Banyak orang mempertanyakan mengenai kehendak bebas ini, mereka
berkata bahwa seandainya manusia tidak diberikan kehendak bebas maka manusia
tidak akan jatuh ke dalam dosa. Tetapi, menurut penulis seandainya manusia
tidak diberikan kehendak bebas, maka manusia sama seperti robot. Robot tidak
bisa melakukan perintah jikalau robot tersebut tidak diprogram. Seandainya
Tuhan menciptakan manusia sama seperti robot, dan memprogram manusia tersebut untuk
taat kepadaNya, maka adakah
nikmatnya dan untungnya bagi Allah? Jika makhluk berkehendak bebas memilih
untuk taat kepada Allah tanpa ada paksaan, maka hal itu menjadi kenikmatan
tersendiri bagi Allah. Tuhan menciptakan manusia berkehendak bebas dengan
tujuan agar manusia mau memuliakan Dia (Yes. 43:7). Salah satu ayat yang
menyatakan bahwa manusia memiliki kehendak bebas terdapat di dalam Yosua
24:14-15.
Penafsiran kedua tentang manusia
diciptakan segambar dan serupa dengan Allah adalah bahwa manusia diciptakan
dengan memiliki tiga unsur yaitu tubuh, jiwa dan Roh, atau sering disebut
dengan teori Trikotomi. Walaupun ada
yang menganggap bahwa manusia hanya terdiri dari dua unsur saja (dikhotomi), tetapi penulis lebih
cenderung pada teori yang pertama. Ada beberapa pendapat mengatakan bahwa
manusia diciptakan dengan tubuh, jiwa, dan roh adalah untuk menggambarkan Allah
yang Tritunggal. Allah terdiri dari tiga pribadi dan manusia juga terdiri dari
tiga unsur. Walaupun demikian, ini hanyalah suatu gambaran saja. Tidak ada
ilustrasi yang sempurna untuk bisa menggambarkan Allah yang Tritunggal.
Tubuh berhubungan dengan jasmani
manusia, jiwa berhubungan dengan kesadaran manusia sedangkan Roh berhubungan
dengan kerohanian manusia (hubungan dengan Allah). Ayat yang tegas menyatakan
bahwa manusia terdiri dari tiga unsur yaitu 1 Tesalonika 5:23 yang berbunyi
“semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh, jiwa
dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus
Kristus, Tuhan kita. Selain itu Ayat yang ada kata “jiwa” dan “roh” terdapat di
Markus 12:30 dan Ibrani 4:12. Ayat yang ada kata “tubuh” terdapat di 1 Korintus
15:40, dan masih banyak lagi ayat-ayat lainnya. Oleh karena itu, teori
Trikotomi sangat didukung oleh pengajaran Alkitab.
B. Kejatuhan Manusia
a). Penyebab
Kejatuhan Manusia
Alkitab mencatat
mencatat bahwa setelah Adam dan Hawa diciptakan, maka Allah menempatkan mereka
di taman Eden untuk mengusakakan taman itu (Kej. 2:8, 15). Di tengah-tengah
taman itu, terdapat dua pohon yang sangat spesial yaitu pohon kehidupan dan
pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat, dan Allah memerintahkan manusia itu
untuk tidak boleh memakan buah pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat itu,
supaya mereka tidak mati (Kej. 2:16). Dalam kejadian 3, terlihat bagaimana
Iblis berusaha untuk menjatuhkan manusia ke dalam dosa, Iblis ingin agar mereka
memakan buah pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat itu. Iblis berusaha
meyakinkan Adam dan Hawa bahwa mereka tidak akan mati jikalau mereka memakan
buah itu (Kej. 3:4), melainkan mereka akan menjadi sama seperti Allah (Kej.
3:5). Tentu saja, hal ini adalah tipuan muslihat dari si Iblis. Apa yang iblis
ucapkan adalah kebalikan dari apa yang Tuhan perintahkan. Karena Iblis pada
awalnya tidak bisa melawan Allah secara langsung, maka cara satu-satunya iblis
untuk bisa melawan Allah adalah dengan menyesatkan semua makhluk ciptaan Tuhan
dan membuat mereka menentang Allah.
Tuhan ingin agar Adam dan Hawa
membentuk karakter mereka untuk semakin kudus, yaitu melalui ketaatan pada
perintah-Nya. Tetapi, pembentukan kekudusan karakter mereka sudah gagal.
Kegagalan tersebut disebabkan karena mereka lebih memilih taat pada perintah
Iblis dibandingkan dengan perintah Tuhan. Adam dan Hawa pada waktu itu sudah
melanggar perintah Tuhan yaitu dengan memakan buah pohon pengetahuan yang baik
dan yang jahat (Kej. 3:6-7). Pelanggaran atau ketidaktaatan mereka merupakan
dosa dihadapan Tuhan. Oleh karena itulah mereka disebut sebagai orang yang
berdosa. Dosa dalam Alkitab disebut sebagai pelanggaran akan hukum Allah (1
Yoh. 3:4). Tuhan telah memberikan kehendak bebas kepada manusia untuk memilih,
dan Tuhan sangat ingin agar setiap manusia tidak salah untuk mempergunakan
kehendak bebas itu.
b). Akibat
Kejatuhan Manusia
Setiap pelanggaran pasti ada
konsekuensinya. Dalam Kejadian 2:17,
Tuhan telah memberitahu konsekuensi jika Adam dan Hawa melanggar perintah-Nya,
konsekuensinya adalah kematian. Kematian apa yang dimaksud dalam ayat tersebut?
Ada dua penafsiran yang cocok mengenai kata “mati” dalam ayat tersebut. Yang
pertama adalah kematian secara rohani. Ketika Adam dan Hawa memakan buah
pengetahuan yang baik dan yang jahat itu, maka pada saat itulah mereka
mengalami kematian secara rohani. Kematian rohani yang penulis maksud adalah
putusnya hubungan rohani antara Allah dengan manusia yang diakibatkan oleh
dosa, atau dengan kata lain manusia terpisah dari Allah. Keterpisahan ini
disebabkan karena Allah memiliki sifat yang Mahakudus. Kudus artinya terpisah
dari dosa. Oleh karena itu, Allah yang Mahakudus tidak bisa terhampiri oleh
dosa (1 Pet. 1:15-16). Allah yang Mahakudus sangat membenci dosa (Ams. 6:16-19;
8:13), dan dosa menjadi pemisah antara Allah dan manusia (Yes. 59:2).
Sejak Adam dan Hawa jatuh ke dalam
dosa, mereka terpisah dari Allah. Kematian rohani mereka terlihat ketika Adam
dan Hawa menyembunyikan diri dari hadapan Tuhan (Kej. 3:8). Alkitab mencatat
bahwa mereka bersembunyi di antara pohon-pohonan dalam taman. Adam dan Hawa
merasa takut bertemu dengan Tuhan (Kej. 3:10). Ketakutan ini disebabkan karena
mereka merasa bahwa mereka sudah bersalah di hadapan Tuhan. Rasa takut atau
bersalah dihadapan Tuhan mulai ada sejak manusia jatuh ke dalam dosa. Sebelum
kejatuhan, hubungan antara Allah dan manusia terjadi secara harmonis tanpa ada
penghalang.
Yang kedua adalah bukan saja mereka
mengalami kematian secara rohani melainkan mereka juga akan mengalami kematian
secara fisik. Dalam Roma 5:12, berbunyi “Sebab itu, sama seperti dosa telah
masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah
maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat
dosa”. Dalam ayat tersebut sangat jelas bahwa kematian secara fisik yang
dialami oleh seluruh manusia adalah konsekuensi dari dosa. Dalam Kejadian 5,
kata “mati” yang mengacu pada kematian secara fisik muncul beberapa kali dalam
ayat tersebut. Memang, pada saat Adam dan Hawa memakan buah itu, mereka tidak
langsung mengalami kematian secara fisik melainkan hanya kematian rohani,
tetapi mereka pasti akan mati secara fisik.
Kejatuhan mereka juga membuat mereka
diusir dari taman Eden, mereka tidak bisa kembali lagi menikmati keindahan
taman Eden. Mereka akhirnya disebut sebagai orang berdosa dan keturunan Adam
dan Hawa berposisi sebagai orang yang berdosa (Rom, 3:23). Tetapi, puji syukur
kepada Allah yang telah mengutus anak-Nya yaitu Yesus Kristus yang rela untuk
menanggung dosa manusia (Yoh. 3:16). Sehingga, tidak semua manusia masuk ke
dalam neraka. Melainkan, bagi setiap orang yang sungguh menyesali dosanya dan
percaya bahwa dosanya sudah ditanggung oleh Yesus Kristus, maka dia akan
selamat dari api neraka yang kekal. Keselamatan hanya melalui iman, bukan dengan usaha manusia, baik beramal, berpuasa, asketikisme, berbuat baik, rajin ke gereja, dll (Ef. 2:8-9), atau dengan ritual tertentu misalnya, baptisan, perjamuan dll, semuanya itu tidak menyelamatkan manusia. Keselamatan hanya diperoleh melalui bertobat dan percaya kepada Yesus (Mark. 1:14).
[1] Millard J. Erickson,
hal. 44.
[2]Henry C. Thiessen, Teologi Sitematika (Malang: Gandum Mas,
2010) hal. 232.
[3] Ibid, hal 233
[4] Millard
J. Erickson, hal. 47.
[5] Paul Enns, hal. 372
[6] Henry C. Thiessen,
hal. 235
[8] Ibid, hal. 42.
[9] Henry M. Morris, Sains dan Alkitab (Malang: Gandum Mas,
2004) hal. 53.
[10] Agus Miradi, Siapa Manusia Pertama itu? (Jakarta:
Yayasan Tunas daud, 2003) hal. 79.
[11] Henry C. Thiessen,
hal. 248
(jika ada, kesalahan, kritikan, masukan, dll, silahkan berikan komentar).
Maranatha..!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar