Harus diakui bahwa, umat Kristen pada
abad pertama tidak merayakan Natal seperti layaknya umat Kristen sekarang. Bagi
mereka lebih penting merayakan hari kematian dan kebangkitan Kristus yang
dikenal dengan Paskah, dan tidak menghiraukan hari kelahiran-Nya. Namun yang
pasti tidak salah merayakan Natal, dan tidak salah juga jika tidak
merayakannya. Sebab tidak ada perintah dalam Alkitab untuk merayakan Natal, dan
tidak ada larangan untuk merayakan Natal. Asalkan perayaan natal dijadikan
momentum untuk menyatakan rasa syukur karena Bapa telah mengirimkan AnakNya
yang tunggal lahir dan mati untuk menanggung hukuman dosa kita, sekaligus
kesempatan ini dijadikan ajang untuk membagikan berita injil kepada orang lain.
Yang harus selalu kita ingat dan hayati setiap kali kita merayakan natal adalah
karena dosa kitalah Yesus Kristus lahir ke dunia (Mat. 1:21).
Sejarah 25 Desember
Sejarah gereja mencatat orang-orang
Kristen pertama kali merayakan Natal pada tanggal 5 januari tahun 300 abad
ke-4. Mulanya gereja ortodox timur merayakan hari pembaptisan Yesus di sungai
Yordan. Kemudian pada akhirnya kelahiran Yesus juga dirayakan secara bersamaan.
Tanggal 25 Desember adalah hari raya penyembahan dewa matahari. Sejarah
mencatat pada tanggal 25 Desember tahun 274, di Roma dimulai perayaan hari
kelahiran matahari, sebagai penutup festival saturnalia dari tanggal 17-24
Desember, kerena di akhir musim salju tanggal 25, matahari mulai kembali
menampakkan sinarnya dengan kuat. Tanggal 25 Desember dirayakan sebagai hari
tanda setia dewa matahari kembali ke Eropa, sehingga musim semi akan segera
tiba (lihat: ensyclopedia). Masyarakat Eropa begitu
antusias merayakan hari penyembahan matahari ini.
Perayaan berhala ini ditentang oleh umat
Kristen di Eropa pada waktu itu. Namun dengan adanya pengkristenan secara masal
oleh kaisar Konstantin yang memerintah Roma, maka semua rakyat Roma harus
menjadi Kristen, meskipun disaat yang sama masyarakat Eropa tetap menyembah
dewa matahari. Agama Kristen dijadikan agama Negara ketika Kostantin menjadi
Kaisar Romawi. Disinilah awal pengrusakan kekristenan dari dalam. Semua
masyarakat pada waktu itu menjadi Kristen bukan karena mereka bertobat dan
percaya kepada Tuhan Yesus, tetapi karena perintah atau dekrit yang dikeluarkan
oleh Konstantin pada tahun 313 yang dikenal dengan edict of Milan (lihat: ensyclopedia). Barangsiapa yang tidak
mengindahkan perintah kaisar akan dihukum mati. Di sinilah cikal bakal
terbentuknya Gereja Roma Katolik yang diikuti oleh tradisi pembaptisan anak.
Para pejabat, dukun, tukang sihir,
peramal dan penyembah berhala ikut-ikutan menjadi Kristen tanpa mengerti
kebenaran. Kenyataan ini mendorong para pemimpin gereja waktu itu mengalihkan
penyembahan berhala yang semula dirayakan pada tanggal 5 Januari oleh seluruh
masyarakat Eropa menjadi perayaan Natal Kristus, Pada tahun 354 AD, Gereja
Katolik di bawah pimpinan Paus Liberius, 25 Desember menjadi hari perayaan lahirnya
Yesus Kristus, menggantikan hari penyembahan dewa matahari. Perayaan Natal pada
tgl 25 Desember kemudian menjadi tradisi gereja Roma Katolik dan susul oleh
sebagian besar umat Kristen di dunia sampai saat ini. Walaupun demikian
dikalangan kekeristenan terbagi tiga kelompok dalam menyikapi soal Natal.
Ada kelompok yang terus merayakan Natal
setiap tanggal 25 Desember. Kelompok ini adalah tipe apa kata pimpinan (sinode)
ya, ikut saja. Ada juga kelompok yang tidak mau ikut-ikutan tradisi yang
diyakini salah dan tidak sesuai dengan Alkitab maupun sejarah. Kelompok ini
merayakan Natal di bulan Juni-Juli dan September dengan sangat sederhana dan
penuh khidmat.
Dan kelompok yang ketiga adalah kelompok
yang sama sekali tidak mau merayakan Natal Kristus. Saksi Yehuwa dan beberapa
gereja memilih tidak merayakan Natal. Kelompok ini terburu-buru mengambil
kesimpulan sebelum meneliti kebenaran secara saksama. Mereka tersandung dengan
cara-cara orang Kristen pada umumnya yang merayakan Natal dengan kemewahan dan
pesta pora. Akibatnya mereka menyamakan semua perayaan-perayaan Natal. Bahkan
ada dari mereka dengan konyol menyamakan perayaan kelahiran Yesus dengan
perayaan ulang tahun kita, yakni bertambahnya usia kita.
Pertanyaan-pertanyaan bodoh sering
dilontarkan mereka, “jika ulang tahun Yesus dirayakan, sudah berapa umur
Yesus?”. Kita merayakan Natal bukan karena umur Yesus bertambah lagi, tapi
suatu ungkapan syukur bahwa Tuhan telah rela menjadi manusia untuk
menyelamatkan kita dari dosa. Dia Tuhan mau menjadi manusia hina menanggung
hukuman dosa-dosa kita. Tentu, ungkapan syukur ini tidak hanya muncul ketika
natal, melainkan setiap hari bahkan setiap saat kita patut bersyukur bahwa
Yesus telah lahir untuk kita. Hanya perintiwa yang teramat penting ini akan
sangat bermakna apabila seluruh orang percaya merayakan bersama-sama kelahiran
Kristus agar seluruh dunia mendengar dan tahu bahwa Yesus adalah Tuhan dan
Juruselamat semua orang.
Kapan sesungguhnya Yesus lahir? Alkitab
mencatat Yesus dikandung pada bulan ke-enam menurut kalender Yahudi yaitu jatuh
pada bulan September, Luk 1:26 (bulan pertama Yahudi yaitu bulan Maret-April).
Anda tinggal menghitung, jika Yesus dikandung bulan September, kapankah Ia
dilahirkan? Kemudian, ketika Yesus dilahirkan, ada gembala-gembala yang tinggal untuk menjaga dombanya di padang.
Mungkinkah ada gembalah yang nekat menjaga dombanya pada musim dingin yang
suhunya di bawa nol derajat Celsius? Tidak mungkin. Domba pun tidak mungkin ada
di sana, apalagi gembalanya. Masih banyak lagi fakta sejarah dan kebenaran
Alkitab yang membuktikan bahwa Yesus Kristus lahir bukan pada bulan Desember.
Kemungkinan besar Yesus Kristus
dilahirkan pada bulan Juni-Juli. Di Israel, bulan Mei sampai Oktober adalah
musim panas (Lihat: Bible Almanac). Di bulan ini baik sekali
dilakukan perjalanan jauh, dan pada bulan ini juga para gembala domba sedang
berada di padang. Sangat jelas tidak mungkin Yesus dilahirkan bulan Desember.
Orang Kristen yang alkitabiah tidak boleh mengimani bahwa Yesus lahir tanggal
25 Desember. Sebagian besar orang Kristen yang merayakan Natal pada tanggal 25
Desember disebabkan karena sikap yang tidak kritis dan ikut-ikutan tradisi
saja. Tetapi jika Anda mengasihi Tuhan dan mencintai kebenaran, maka Anda harus
memilih kebenaran (2 Kor 13:8). Kita harus meninggikan Alkitab di atas tradisi.
Istilah Christmas
Istilah Christmas berasal dari Gereja
Roma Katolik yang diambil dari kata latin “Cristes maesse” yang
berarti misa Kristus, yaitu pengulangan peringatan
penebusan tubuh Kristus dan darah Yesus. Sedangkan kata Natal
berasal dari bahasa Portugis, yang artinya “kelahiran”. Jelas sekali bahwa kata
Christmas dengan Natal sangat berbeda. Natal adalah merayakan kelahiran Yesus Kristus, sedangkan Christmas
adalahpengulangan peringatan penebusan tubuh Kristus dan darah Yesus.
Jika kita membaca Alkitab, jelas sekali
bahwa penebusan Kristus telah lunas dan tidak perlu lagi di ulang-ulang lagi
atau misa (Ibr. 9:28). Kristus tidak
tergantung lagi dikayu salib dan tidak ada lagi pengorbanan untuk kedua kali
(misa). Kristus mati sekali untuk selama-lamanya. Dan Ia telah bangkit dan
telah naik ke sorga untuk menyediakan tempat bagi orang-orang yang
sungguh-sungguh percaya kepada-Nya. Itu sebabnya lambang salib umat Katolik
dengan umat Kristen berbeda. Yesus Kristus masih tergantung disalib umat
Katolik, tapi bagi umat Kristen Yesus tidak lagi mati tersalib sebab Dia telah
bangkit dari antara orang mati dan telah mengalahkan maut. Oleh sebab itu orang
Kristen yang alkitabiah tidak boleh menggunakan kata misa.
Pohon Terang
Mengapa ada pohon terang diperayaan
Natal? Sejarah tidak mencatat kapan persisnya pohon Natal itu muncul. Namun ada
makna dibalik pohon Natal tersebut. Ada beberapa kelompok menuduh bahwa
kekristenan menyembah dewa pohon, tetapi tidak ada data sejarah yang mendukung
hal itu.
Pohon Natal yang sering kita lihat di
film Home Alone, Mr. Bean, adalah jenis pohon Den (tanne baum) yang
melambangkan kekekalan atau keabadian. Dalam iklim 4 musim seperti di Eropa dan
Amerika dimana umumnya pohon-pohon mengalami perubahan sesuai dengan iklim yang
terjadi, yaitu musim salju (pohon gundul), musim semi (pohon mulai bertunas),
musim kemarau (pohon daunnya berbunga), musim gugur (pohon daunnya berguguran).
Namun tidak demikian halnya dengan pohon
Den. Pohon Den merupakan pohon yang tetap hijau sepanjang ke-4 musim itu. Ini
menunjukan simbol kekekalan di tengah ketidakkekalan pohon-pohon lain, dan
kemudian dijadikan lambang bahwa kebenaran Tuhan Yesus menggambarkan ajaran
yang kekal dan abadi di tengah dunia yang berubah-ubah dan tidak kekal. Karena
pohon Den adalah lambang atau simbol kekekalan, maka modernisasi pohon natal
dengan mengganti pohon Den dengan pohon yang lain, tentu kurang bermakna dan
keliru.
Sementara itu hiasan Natal berkembang
kemudian pada abad ke-18, ketika itu umat Kristen di barat merasa tidak cukup
lagi hanya dengan pohon Den, dan perlu ditambah dengan pernak-pernik serta
asesoris lainnya. Sejak saat itu dan sampai hari ini suasana kesederhanaan
Natal tertutup dengan pesta pora Natal dengan segalah hiasan dan pestanya yang
mewah. Pada akhirnya Natal Kristus kehilangan arti dan maknanya.
Santa Claus
Mulanya figur Santa Claus tidak ada
dalam perayaan Natal, namun pada abad ke-11, Santo Nikholas,
menurut legenda adalah seorang uskup yang baik dan suka membagi-bagikan hadiah
pada anak-anak pada malam tgl 5 Desember. Legenda ini diadopsi di Belanda
sebagai “Sinter Klass” yang dirayakan pada tanggal 5 Desember,
dan kemudian di Amerika berubah menjadi figur Santa Claus, yg pada
malam Natal menaiki kereta salju penuh dengan hadiah, ditarik oleh 8 ekor rusa
kutub. Santa Claus lalu terbang menembus awan untuk mengantarkan hadiah-hadiah
kepada anak-anak di seluruh dunia.
Figur Santa Claus yang berkembang di
Amerika Serikat merupakan berpaduan antara legenda Santo Nikholas yang dicampur
adukkan dengan Dewa Odin yang disembah orang Norwegia. Santa Claus digambarkan
sebagai orang tua yang murah senyum dan berjanggut putih berpakaian baju merah
dengan kerpus merah di kepalanya. Orang Kristen yang cinta
kebenaran seharusnya menolak tegas “Santa Claus” dari perayaan Natal.
Sungguh sebuah tragedi besar dalam
Kekristenan. dimana Iblis telah berhasil menyusup dalam perayaan Natal. Ia
berhasil memerankan tokoh Sinter Klass yang selalu dinanti-nantikan orang.
Sebaliknya, Kristus telah tereliminasi dari perayaan Natal. Sinter Klass telah
menjadi tuhan dan tokoh utama dalam perayaan Natal tanpa menyadari siapakah
Sinter Klaus itu. Setiap Perayaan Natal selalu ada Sinter Klass (Dewa berhala).
Sepertinya kurang afdol jika tidak ada Sinter Klass dalam perayaan Natal. Natal
telah menjadi identik dengan Sinter Klass.
Jika anda mengasihi Tuhan, anda harus
tegas menolak Sinter Klass dari perayaan Natal. Anda harus mengajarkan kepada
anak-anak anda bahwa figure Santa Claus yang bisa terbang menembus awan dan
mengantarkan hadiah-hadiah kepada anak-anak di seluruh dunia kapan saja
bukanlah kebenaran. Hanya Tuhan yang bisa itu. Yesus jawaban atas semua masalah
kita, dan kapan saja Dia siap menolong kita.
Perayaan Natal yang
Alkitabiah
Natal adalah suatu perjalanan terjauh
dan tidak terukur dari surga ke bumi. Natal,juga sebuah kerelaan terhina yang
tak bisa dipahami akal manusia, yaitu Allah yang suci menjadi manusia yang
hina. Natal itu “turba” (turun ke bawah) yang sejati, bukan “turba” model para
pejabat tinggi yang penuh tipu daya, serta promosi diri, yang pura-pura
merendah padahal supaya dipuji, dan berharap terangkat tinggi. Natal juga bukan
berpesta-pora, mengadakan bazzar Natal, Christmas carol, konsert ini dan itu. Natal itu
membuat kita menangis, karena Yesus rela melepas keillahiannya untuk datang ke
dunia. Tetapi natal juga membuat kita bahagia karena Yesus bersama dan memeluk
kita. Dengan demikian, Natal adalah absolut paradoks,
karena di sana ada tangis dan tawa, ada duka dan bahagia sekaligus.
Merayakan natal adalah tindakan rasa
syukur atas Yesus Kristus yang telah datang ke dalam dunia untuk menyelamatkan
kita dari kebinasaan. Ini adalah peristiwa yang sangat agung dan mulia.
Hari kelahiran Kristus adalah hari di mana Allah yang agung dan mulia
meninggalkan kemuliaannya dengan menghampahkan diri menjadi manusia (Filipi
2:5-7). Penghampaan diri yang dilakukan pribadi Allah yang kedua itu sedemikian
drastis, karena bukan hanya menjadi manusia saja bahkan menjadi manusia yang
paling hina. Ia dilahirkan disebuah kandang, bukan disebuah gua. Hampir tidak
ada manusia yang sedemikian miskin dan hina sehingga ia dilahirkan di sebuah
kandang. Hal ini menunjukan bahwa ia bermaksud menyelamatkan manusia yang
paling hina sekalipun. Yesus tidak mau ada orang yang berpikir bahwa dirinya
terlalu hina atau terlalu berdosa untuk mendapatkan anugerah keselamatan.
Sebaliknya Tuhan tidak dapat menyelamatkan orang yang menganggap dirinya
terlalu berharga dan penting untuk datang pada-Nya.
Tentu dibutuhkan kerendakan hati bagi orang kaya,
orang terpandang, pejabat untuk datang menyembah seorang bayi yang terbaring
disebuah palungan dalam kandang yang kotor dan bau. Oleh sebab itu tidak salah
Yesus berkata bahwa orang kaya sukar masuk sorga. Seperti seekor unta masuk ke
dalam lobang jarum. Mengapa? Bukan kekayaannya yang menghalanginya masuk sorga,
tetapi kesombongannyalah yang menghalanginya. Lebih parah lagi orang miskin
tapi sombong. Yang demikian ibarat gaja masuk lobang jarum.
Perayaan Natal akan sangat bermakna kalau yang merayakannya memahami makna
Natal yang sebenarnya. Yesus Kristus lahir karena dosa-dosa kita, dan mati di
kayu salib untuk menyelamatkan kita orang berdosa.
Dari: www.kristenalkitabiah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar